Ahad,
2 Juni 2013 bertepatan dengan tanggal 23 Rajab 1434 H, saya diminta untuk menjadi
pembicara mengenai “Realita Kehidupan Pasca Sekolah” dalam acara Pemantapan
Santri Mu’alimien (PSM) Pesantren PERSIS 109 Kujang, Ciamis, Jawa Barat.
Program
PSM ini dilaksanakan dengan maksud sebagai bagian persiapan santri untuk
menghadapi dunia pasca sekolah. Program dilaksanakan selama dua hari yang diisi
dengan tema diskusi menarik dan aktual.
Walau
diminta untuk mengisi tema “Realita Kehidupan Pasca Sekolah”, akan tetapi saya
tidak terfokus pada persoalan seputar isu tersebut. Justru saya mulai diskusi
tersebut dengan hal yang lebih prinsipil yakni mengenai hakikat.
Diskusi
saya mulai dengan bahas mengenai tipologi manusia. Tentu sangat banyak tipe
atau karakter manusia di muka bumi ini yang dipengaruhi pada banyak faktor. Akan
tetapi setidaknya manusia dapat kita bedakan dalam tiga tipe, yakni:
1. Tipe
‘”Haywaniyyah”
2. Tipe
“Al Insan ‘Ammah“
3. Tipe
“Al Insan Al Kamil”
Sekilas
mungkin pembaca sudah memahami apa maksud dari ketiga tipe manusia tersebut. Marilah
kita kupas satu persatu. Manusia tipe pertama adalah haywaniyyah, adalah sosok manusia yang disebut dalam Al Quran
dengan pengibaratan yang sangat hina “kal
an’am bal hum adhol”. Manusia tipe ini adalah manusia yang memang memiliki
mata tapi belum sampai taraf “penglihatan”, mereka juga memiliki telinga tapi
belum “pendengaran”, mereka juga memiliki hati tapi belum mencapai tingkat “pemahaman”.
Dari sini daat kita fahami bahwa adanya mata, telinga, dan hati secara fisik,
tidaklah menjamin seorang manusia dapat melihat, mendengar, dan memahami
kebenaran. Itulah sebabnya diutus Nabi dan Rasul kepada suatu kaum untuk membacakan
ayat-ayat Allah, mengajarkan kepada mereka kitab, dan menyucikan kaumnya dari
segala dosa dan kehinaan. Manusia tipe “haywaniyah” tidaklah ubahnya mereka
kecuali seperti binatang bahkan lebih buruk lagi.
Tipe
manusia kedua adalah satu tingkat di atas tipe pertama, sebut saja “Al Insan ‘Ammah”.
Yakni seorang manusia yang seperti kebanyakan orang pada umumnya. Orientasi
hidup dan kehidupannya sangat pendek dan pragmatis. Yang mereka fahami dan
yakini bahwa kehidupan hanyalah dunia saja. Soal adanya hari pembalasan, siksa
atau nikmat kubur, akhirat, surga, neraka, Tuhan, dan perkara ghaib lainnya
tidak pernah terbayang atau kalaupun tahu tetap saja memilih untuk lalai. Mereka
melampaui batas atas kesenangan duniawi, padahal akhirat itu lebih baik lagi
kekal abadi (wal aakhiratul khoirun wa
abqo). Dalam tipe inilah kafirin dan munafiqin memposisikan dirinya.
Terakhir
adalah tipe manusia yang disebut sebagai “Al Insan Al Kamil”. Secara bahasa ia
dapat diartikan sebagai “manusia paripurna”. Seluruh manusia memang telah
diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik penciptaan (ahsani taqwim), akan
tetapi tidak banyak manusia yang berhasil memanfaatkan potensi dirinya itu. Sebagaimana
juga Allah menciptakan kehebatan otak, namun sedikit sekali manusia yang
memaksimalkan potensi otak yang dianugerahkan Allah itu. Dalam dimensi tasawuf,
“Al Insan Al Kamil” adalah sosok manusia yang telah mencapai derajat yang
tinggi, dimana mereka mengenal hakikat diri dan Tuhan-Nya. Mereka menjadi
manusia yang melepaskan dirinya untuk semata-mata mengabdi pada Allah.
Saat
ini kita hidup dalam alam dunia, sebelumnya telah kita lewati alam ruh dan
rahim ibunda kita masing-masing. Lalu nanti akan kita hadapi, mau tidak mau,
alam selanjutnya yakni alam barzakh, alam mahsyar, dan berujung pada dua
terminal akhir, surga atau neraka. Ketiga tipe manusia di atas hidup pada dunia
yang sama. Disinilah tempat manusia hidup, beramal, diuji, dinilai, yang
menentukan derajatnya di alam selanjutnya. Tidak ada pilihan lain yang harus
kita pilih sebagai mukmin kecuali untuk berusaha menjadi manusia tipe ketiga,
yakni tipe “Al Insan Al Kamil”. Menjadi “Al Insan Al Kamil” tidaklah mudah tapi
juga bukan perkara mustahil. Untuk itulah “hidup” dan “mati” diciptakan Allah
dan pasti dilalui oleh seluruh manusia, agar Allah mengetahui siapa diantara
kita yang paling baik amalnya (Huwa al-ladzii
kholaqo al-mauta wa al-hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala)
No comments:
Post a Comment