Wednesday, May 1, 2013

“Dzikir”nya Para Buruh dan Pengusaha



1 Mei dikenal dengan Hari Buruh, dimana hampir seluruh buruh dari penjuru negeri ini menyuarakan kepentingannya. Peringatan 1 Mei juga tak pernah luput dari aksi demonstrasi di pusat-pusat kota. Beragam tuntutan disuarakan dalam setiap aksinya yang intinya adalah pemenuhan hak buruh dan peningkatan kesejahteraan. Sebelumnya berbicara lebih jauh, dalam tulisan sederhana ini saya mencoba memakai kata “pekerja” sebagai ganti kata “buruh” karena rasanya kata itu lebih nyaman buat saya pribadi untuk menyebutnya.

Namun suatu hal yang unik atau tidak biasanya terjadi pada peringatan hari buruh tahun 2013 ini. Dimana ada sebahagian pekerja yang memperingati hari buruh dengan dzikir bersama. Sebagaimana dilansir dalam situs resmi liputan6.com diberitakan bahwa sekitar 15.000 buruh yang tergabung dalam SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Bekasi mengadakan dzikir bersama yang digagas oleh Forum Investor Bekasi. Dalam acara tersebut juga dihadiri oleh Menteri Agama Suryadharma Ali dan Ust. Arifin Ilham. Jelas ini adalah “sesuatu”.

Sementara itu sebahagian besar pekerja juga melaksanakan aksi demonstrasi di pusat-pusat kota. Demonstrasi adalah suatu aksi baik fisik ataupun non fisik untuk mengungkap rasa atau unjuk rasa, yang dapat dilakukan dengan beragam cara. Goals akhir dari demo adalah terpenuhinya segala tuntutan yang diinginkan oleh para pihak. Namun biasanya berujung pada kompromi, sering juga tidak menghasilkan apapun kecuali ambience di media massa, terutama jika demo itu berujung pada kericuhan.

Dzikir adalah suatu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Dalam hal ini kita tidak membahas pro kontra mengenai hukum dzikir bersama yang dipersoalkan tentang bid’ah atau tidaknya dzikir bersama. Yang kita bahas adalah dzikir bersama sebagai suatu bentuk aktivitas atau respon yang diberikan atas suatu peristiwa yakni Hari Buruh.

Secara pribadi saya berharap bahwa jangan sampai niat suci dzikir bersama hanya sebatas “pengalihan isu” dan menutupi esensi Hari Buruh yang merupakan momentum tahunan bagi para pekerja dan pengusaha untuk saling “mengungkap rasa”. Kenapa saya sebut “saling” karena memang dalam setiap hubungan ada hak dan kewajiban yang melekat, apalagi hubungan kerja yang didasarkan pada akad perjanjian yang sah. Artinya baik pekerja dan pengusaha sama-sama memiliki hak dan kewajiban untuk saling dipenuhi.

Sebelum lebih jauh marilah kita simak beberapa hadits Nabi SAW menyoal tentang buruh. Bagaimana Nabi SAW memperlakukan buruh. Rasul SAW bersabda: Berikanlah upah kepada buruh sebelum keringatnya kering[1]. Pada banyak kesempatan  Nabi Muhammad saw memarahi sahabatnya yang berlaku kasar kepada pembantunya. Misalnya dalam riwayat berikut ini; ”dari Abu Mas'ud RA dia berkata : "aku pernah memukul pembantuku yang laki-laki, tiba-tiba aku mendengar suara di belakangku : ”Ketahuilah hai Abu Mas'ud, sungguh Allah lebih berkuasa atasmu daripada kamu atas pembantumu”, lalu aku segera menoleh, ternyata ia adalah Rasulullah saw, maka aku berkata : ”Wahai Rasulullah saat ini juga dia kumerdekakan karena Allah”. Lalu rasulullah menjawab : ”Jika hal itu tidak engkau lakukan, sungguh api neraka itu akan mengenaimu atau api neraka itu akan menghanguskanmu”.[2]

Nabi juga memerintahkan kepada seorang majikan untuk memberikan makanan yang baik, makanan yang kualitasnya sama dengan apa yang dimakan oleh majikan. Nabi Muhammad saw pernah bersabda: ”Berikanlah makanan kepada mereka dari makanan yang engkau makan dan berikanlah pakaian yang engkau pakai”.[3] Hadits ini sebenarnya dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa kedudukan majikan dan buruh dalam Islam adalah seimbang (equal), bukan sebagai atasan atau bawahan. Semangat tersebut dapat digunakan sebagai dasar penentuan upah melalui mekanisme bipartide maupun tripartide, yaitu antara buruh, majikan dan pemerintah.

Adanya dzikir bersama yang dilakukan oleh penguasaha dan pekerjaan merupakan satu hal yang harus diapresiasi. Semoga dzikir tersebut mengingatkan seluruh pihak terkait untuk saling memenuhi hak dan kewajiban. Karena sejatinya tidak hanya hubungan dengan Allah SWT (hablun mina Allah) sajalah yang harus ditunaikan, melainkan hubungan kita dengan manusia atau selain-Nya (hablun mina an-nas wal ‘alam) juga harus kita realisasikan. Mudah-mudahan dzikir bersama itu juga bermakna “dzikir” bagi pekerja untuk amanah dan memiliki etos dalam bekerja, juga “dzikir” bagi pengusaha untuk memperlakukan pekerjanya secara bermartabat.



[1] Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Ibnu Umar ra.Maknanya bukan berarti majikan harus memberikan upah kepada buruh atau pegawainya pada saat keringatnya masih mengalir. Akan tetapi, maksudnya adalah hendaknya ia segera memberikan upah mereka tanpa menunda-nunda waktu pembayaran yang sudah disepakati, apalagi sampai tidak membayarkannya. Dalam hadis yang sahih disebutkan bahwa Allah Swt befirman, "Tiga orang yang Kumusuhi di hari kiamat...Di antaranya orang yang mempekerjakan seorang buruh di mana buruh itu menunaikan tugasnya namun upahnya tidak dibayarkan." Dari sini kita mengetahui betapa syariat islam sangat memerhatikan hak-hak buruk secara utuh; tanpa boleh dikurangi. Wallahu a'lam bish-shawab. http://www.syariahonline.com/v2/ekonomi-islam-a-muamalat/2651-upah-buruh.html
[2] Perspektif Islam terhadap Hak Buruh Oleh : Eko Riyadi Staf PUSHAM UII http://pusham.uii.ac.id/index.php?page=caping&id=38 HR. Muslim, kitab Al-Iman, Hadits No. 34-35
[3] HR. Muslim, kitab Az-Zuhdi wa Raqa'iq, Hadits No.74. 

No comments:

Post a Comment