Tuesday, March 19, 2013

Olah Raga, Olah Fikir, Olah Rasa



Pagi ini seorang sahabat sharing mengenai soal pentingnya olahraga dan rekreasi. Sekilas nampak ringan, namun pokok bahasan menjadi menarik dengan bantuan audio visual yang menampilkan beberapa video dari situs youtube. Obrolan itulah yang kemudian men-triger saya menulis risalah singkat ini.

Adalah kewajiban setiap muslim untuk menggunakan akal dan hatinya -dengan bantuan perantara pancaindera- untuk berfikir dan merasa. Maka berfikir, merenung, bahkan membangun dialektika yang logis –baik kepada diri sendiri maupun orang lain- inherent bahkan inti dari maksud ujung beberapa ayat Quran yang berbunyi “afalaa ta’qiluun?” (tidakkah kamu berfikir?).

Memang menjadi suatu kebiasaan bagi diri ini untuk melatih berfikir, maka setiap informasi tidak akan masuk begitu saja dengan mudah. Melainkan ia masuk melalui telinga dan mata, yang diuji pokok pikiran logisnya di dalam kepala, kemudian di akhiri dengan meminta fatwa pada hati nurani. Yang terakhir ini tak kalah lebih penting dari pada proses kedua, bahkan ia menjadi penentu utama suatu informasi atau apapun yang masuk ke dalam kepala untuk diterima, diyakini, dan disebarluaskan. Dalam hal ini hati nurani menjadi panglima, akal jernih menjadi komandan, dan panca indera menjadi prajuritnya. Itu sebab disebut iman tempatnya di hati, ilmu tempatnya di kepala, dan amal adanya pada anggota tubuh.

Sahabat saya itu memaparkan mengenai definisi teoritis dan tahapan praksis mengenai olahraga beserta turunannya. Begitu juga mengenai bagaimana mengolah dan melatih tentang berfikir. Ia sebut “jangan sampai badan kita sehat dengan olahraga, bugar, tapi ciut mengecil dan tidak sehat dalam fikiran”. Dalam hal ini beliau sesungguhnya telah membahas mengenai dua hal: Olah Raga dan Olah Fikir. Akan tetapi mungkin ada yang perlu diperdalam, yakni menyoal “Olah Rasa”.

Mengapa Olah Rasa itu menjadi penting? Rasa atau perasaan itu tempatnya di hati. Jika kita telusuri karya klasik Imam Ghazali seperti Ihya’ ‘ulumuddin atau ringkasannya tazkiyah an-nafs karangan Syaikh Said Hawa menunjukkan perhatian lebih para ulama salaf dan khalaf pada soal hati dan rasa. Maka merasai rasa menjadi perlu dan prioritas dalam dunia yang kian penat dan penuh tipu daya ini. Kiranya dibutuhkan oleh setiap insan yang ingin mengarungi bahtera kehidupan yang luas ini untuk pernah mengecap bangku "sekolah rasa".

Ada baiknya di penutup tulisan singkat ini saya kutip hadits dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahu’anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

No comments:

Post a Comment