Thursday, April 25, 2013

Ketika Mati, Siapa Yang Beristirahat?


Sebagaimana biasa setiap hari senin diadakan forum pengajian di kantor. Tidak ada yang istimewa, semua berjalan seperti biasanya. Agenda yang tersusun berjalan sesuai dengan rencana. Mulai dari membaca Al Quran hingga pengumuman atau arahan dari Manajemen. Suasana menjadi sedikit berbeda ketika di akhir forum diumumkan bahwa ada seorang sahabat kami mengalami musibah.

“Amilin/Amilat yang dirahmati Allah hari ini kita semua berduka, saudari kita yang menjadi konsultan ISO wafat pagi tadi. Mari kita berdoa dan melakukan sholat ghaib untuk almarhumah. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya” begitu bunyi pengumuman yang diinformasikan oleh salah seorang Kepala Divisi kantor kami.

Sontak semua hening dan terdiam, tak luput juga diriku yang duduk paling depan berhadap-hadapan dengan pemberi informasi. Kecuali segelintir orang yang tak mau mengambil pelajaran, yang selalu berbisik-bisik mengganggu kekhusyu’an forum. Yang menjadikan nyeletuk sebagai karakter. Sungguh yang demikian ini tidak diperkenankan, bahkan dilarang oleh agama karena dikhawatirkan akan menyakitkan hati pembicara.

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”, kalimat itu keluar dari seluruh mulut yang hadir. Sederhana, tapi semua faham arti kalimat itu. Hampir semua tertunduk mengingat-ingat kesan masing-masing dengan almarhumah. Juga mengingat kelemahan dan kealfaan diri selama ini.

Begitulah orang beriman berucap ketika mereka mendapatkan musibah. Bahwa kalimat istirja’ diperlukan agar kita mengingat bahwa asal dari segala sesuatu adalah Allah dan berpulang kepada-Nya. Seluruh makhluk adalah fana’ sedang baqo’ adalah absolut milik-Nya.

Secara pribadi tidak banyak interaksi yang terjadi dengan almarhumah, hanya sekedar tegur salam dan sapa.  Hanya saja belakangan ini cukup intens berkomunikasi dengan beliau membicarakan perkembangan penyusunan salah satu SOP ISO Divisi yang sedang di revisi.

Forum pagi tadi masih hening seakan tak percaya hal tersebut terjadi, tapi betul bahwa beliau telah dipanggil oleh-Nya. Kesanku pun demikian tersebab kamis lalu masih berinteraksi dengan beliau. Kudatangi ruanganya tepat setelah maghrib kemudian kita berbincang cukup lama hingga isya menjelang. Sempat beberapa kali candaan dan tawa keluar secara spontan dan begitu saja. Bagaimanapun ia muslimah yang bersahaja.

Seyogyanya kebahagiaan selalu meliputi setiap mukmin sekalipun ia dalam kesulitan atau tertimpa musibah. Hal ini tidaklah mengherankan karena Nabi SAW sudah sampaikan bahwa ajaib perangai si mukmin, mereka bersabar ketika mendapat musibah, dan bersyukur jika mendapat anugerah. Walaupun keduanya juga disebut musibah, yakni ujian. Banyak yang berhasil diuji dengan kesulitan, akan tetapi berapa banyak yang gagal diuji dengan kemudahan, begitu juga sebaliknya.

Si mukmin berbahagia karena ia mengetahui dan berbaik sangka pada Allah SWT bahwa setiap buah dari setiap kejadian adalah hikmah. Maka apapun dan siapapun yang dihadapi dijadikan guru dalam sekolah kehidupan yang terus berjalan. Itulah kiranya sekelumit makna ‘ajaban dalam potongan hadits Rasulullah SAW dalam menggambarkan keajaiban dan kemuliaan sifat si mukmin.

Kematian adalah kepastian sebab kekekalan hanyalah milik pencipta kematian itu sendiri, yakni Allah SWT. Kematian adalah suatu nasihat. Jika biasanya nasihat tersampai melalui lisan atau tulisan, maka mati menggunakan cara lain untuk memberi nasihat, yakni dengan diam. Setiap orang yang mendengar atau berta’ziah kepada si mayit pasti selalu berfikir dan ingat kepada Allah, ingat kepada segala amal perbuatan yang telah lalu. Seketika orang mengucap innalillah, tiba-tiba orang-orang mengucapkan kalimat istighfar. Maka mati menjadi pengingat, menjadi penasehat. Itu mengapa Nabi sampaikan bahwa salah satu hak muslim terhadap muslim lainnya adalah berta’ziah jika saudaranya wafat. Hal ini tentu saja bukan sekedar menjalin silaturahmi dan penguatan ukhuwah sesama muslim, tapi merupakan sarana bagi yang masih hidup untuk introspeksi diri.

Ketika seorang manusia lahir maka keluarga dan kerabatnya di dunia tersenyum bergembira sedang si bayi menjerit menangis. Sebaliknya ketika ia wafat seluruh sahabat dan kerabatnya sedih dan menangisinya. Alangkah indahnya jika si mayit tersenyum bahagia karena rekaman amal baik sedang diputar oleh malaikat untuknya. Maka tak heran banyak yang tersenyum di kala menjelang sakaratul mautnya.

Perlu juga direnungi bahwa pada hakikatnya ketika seorang wafat meninggalkan dunia ini maka yang terjadi adalah si mayit yang istirahat dari jahatnya tipuan dan ujian dunia beserta seluruh makhluqnya, atau sebaliknya dunia dan beserta isinyalah yang beristirahat dari kejahatan tangannya. Yang pertamalah yang kita harapkan, semoga Allah SWT melindungi diri kita dari yang kedua.

2 comments:

  1. masya Allah... tulisannya penuh nasihat banget mas farid. dari yang gemar nyeletuk sampai jadi karakter, hingga indahnya khusnul khatimah... :') so glad i could read this. alhamdulillah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah...semoga manfaat Mba Dwi, saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebenaran ya, sebab manusia adalah insan, asal kata nisyan, yang artinya pelupa :)

      Delete